Namaku Nina. Cewek SMA
kelas XI disalah satu sekolah terpopuler di Medan. Orang bilang aku cantik,
dengan tinggi semampai dan perawakan yang feminine aku bisa saja mendapatkan
pacar dengan mudah. Tapi aku tak pernah menghiraukan saran itu, aku tidak
meprioritaskan pacaran dalam hidupku yang bahkan belum genap 17 tahun, jadi aku
tetap santai dengan hidupku.
“Na, kenapa belum cari pacar sih ? Kamu kan cantik Na,
pasti banyak deh yang mau. Jangan hanya nempel sama Meta terus”, nah, baru
dibilang sudah ada yang mulai rewel. Dia Risna teman sekelasku
“Gak ah. Ntar aj, lagian pacaran bukan prioritasku. Kalau
emang belum ada yang cocok sama aku yah sudah nyantai saja”, aku berkata
santai. Oh iya, tadi Risna menyebut nama Meta, kan ? Nah, Meta ini sahabatku,
sahabatku semenjak SMP kelas 1. Dia tomboy, cuek tapi baik. Meskipun
perawakannya tomboy, tapi dia penyayang apalagi sama binatang. Dan jangan
mengira dia bodoh yah, meskipun tomboy dan malas tapi dia termasuk murid yang
cukup pintar di kelas. Namun, kepintarannya kurang dipergunakannya secara
maksimal karena terganggu sama sifat malasnya dia. Itulah sekilas info tentang Meta.
“Sudahlah, susah ngomong sama kamu”, Risna melenggang
pergi keluar dari kelas. Aku hanya terkikik melihatnya, emang siapa yang susah
diajak ngomong ? Bukannya dia ?
Aku menjelajah ke setiap sudut ruang kelasku. Masih hanya
beberapa siswa kelasku yang sudah datang. Pagi ini aku memang sengaja datang
cepat, aku lupa PR matematikaku belum selesai, aku mau minta tolong sama Meta,
dia kan dewa penolongku untuk bidang studi matematika. Nah, itu dia anaknya.
“Ta, liat PR matematika dong !” pintaku dengan wajah
memelas, berharap yang dimintai tolong bisa langsung luluh dan memberikan PRnya
padaku.
“Kamu kerjain sendiri ! Mau bodoh ya, kalau gak ngerti
baru tanya sama aku”, katanya dengan santai sambil mendudukkan pantatnya di
bangku sebelahku. Yah itulah Meta, nggak pernah mau memberikan contekan PRnya
padaku, dia nggak mau aku menjadi bodoh karna nyontek melulu sama dia. Aku
salut denagn sifatnya yang sepert itu. Tapi kalau lagi mepet gimana dong, aku
kan pelupa, jadi PR segenting ini kalau kukerjakan sendiri dengan kapasitas
otakku untuk matematika yang dibawah rata-rata pasti bakalan lama selesainya.
“Aduhh Ta, please deh uda mau masuk nih !” aku masih
memohon padanya. Namun sepertinya sia-sia, dia masih santai di bangkunya tanpa
menoleh padaku. Alhasil yah ku kerjakan seadanya sampai bel masuk kelas
berdering.
. . .
Langit yang sempurna. Aku menengadah melihat langit cerah
yang indah. Tuhan memang benar-benar sayang pada umatNya, Dia memberikan segala
keindahan untuk umat-Nya, namun terkadang para umatnya saja yang tak menyadari
betapa sayang Tuhan padanya dengan menunjukkan segala hal terindah yang
diberikan-Nya. Aku duduk di kursi taman belakang sekolah, menunggu Meta. Pulang
sekolah inilah kegiatan rutin kami, kami duduk berdua di taman sekolah
membicarakan hal apa saja, mendiskusikan hal yang tak penting bahkan. Meskipun
aku yang selalu mendominasi cerita, kami tetap tak pernah merasa bosan dengan
kegiatan ini.
“Hey ! Na !”
“Meta ! Dari man … “, aku yang sejenak mengira itu Meta
ternyata salah, dia bukan Meta, tapi cowok beneran !
“Nungguin Meta yah ?”, tanyanya tersenyum sambil duduk di
bangku taman disampingku dan tak perduli dengan muka keherananku yang sama
sekali tidak tau dia siapa. Ya, aku tak tau dia siapa, yang ku tau dia hanya
murid sekolah ini, tidak popular tapi cukup banyak yang mengenalnya. Namun
sayangnya aku bukan satu diantara mereka yang mengenal namanya.
“Hmm ! I.. Iya.” jawabku tergagap. Karena canggung
dengannya.
“Oh, iya kita belum saling kenalankan ? Aku Miki, anak
IPA 2. Nah, sebutkan namamu, meskipun aku sudah tau namamu tapi adab berkenalan
kan saling menyebutkan nama”, katanya ceria sambil tertawa nyengir.
“Oh, aku Nina”, kataku sembari tersenyum dengannya.
“Apa sih yang kalian bicarakan di sini ?”, tanyanya.
“Oh, maksudku, kau dan Meta” sambungnya setelah melihat
raut wajah keherananku yang belum mengerti maksud pertanyaannya.
“Bukan percakapan yang penting sih, kadang-kadang hanya
sola pelajaran, curhatanku dan hal-hal tak penting lainnya.” Aku menjawab
dengan santai. Yah, setidaknya sekarang sudah lebih santai, meskipun aku tidak
tau apa tujuannya mengajakku mengobrol seperti ini, dan lagi dari mana dia tau
aku dan Meta sering mengobrol di sini ?
“Apa gosip itu.. benar ?” tanyanya ragu.
“Gosip apa ?”
“Kalian “pacaran” ? Maksudku kau dan … Meta ?” What !
“Hah ! Gosip apa’an tuh ?” tanyaku heran, tapi aku tak
bisa menyembunyikan tawaku, itu lelucon, mana mungkin aku dan Meta pacaran dia
dan aku kan sama-sama perempuan ?! Alhasil aku tertawa terbahak di depannya,
dan dia hanya bisa pasang muka
keheranan.
“Ada yang lucu ?” tanyanya disela-sela tawaku.
“Ha ? Nggak. Aku hanya heran. Kenapa percaya sama gossip
murahan seperti itu ? Aku dan Meta kan sama-sama perempuan, gimana mau pacaran
?” aku menjawabnya dengan masih diselimuti tawa-tawa kecilku.
“Oh, bagus deh kalau gitu” jawabnya sambil manggut-manggut.
Aku hanya masih senyum-senyum geli saat ini. Sambil masih berpikir, “kok ada
sih orang yang nyebar gossip yang benar-benar murahan seperti itu ?”
“Oh ! Itu Meta !”, serunya melihat ke arah depan di mana Meta
sedang jalan mengarah ke tempat kami duduk. “Oke, aku pergi dulu. Titip salam
untuk si tomboy manis itu yah”, dia berkata sambil mengedipkan matanya lalu
berlalu meninggalkan aku dan Meta yang keheranan, namun beda pengertiannya.
Aku melihat muka Meta yang keheranan mendapati teman
baiknya ini habis duduk berdua dengan seorang cowok. Meskipun bukan hanya dia
saja yang heran, sejujurnya aku juga heran dengan kedatangan cowok keren dengan
nama Miki itu. Tiba-tiba saja dia datang dan membawa gossip yang sama sekali
tidak benar (sepertinya gossip memang tak ada yang benar !), dan ucapan yang
terakhir diucapkannya adalah salam yang ditujukan buat Meta, hmm.. tingkat keherananku
bertambah.
“Siapa dia ?”, tanya Meta padaku setelah sampai di bangku
taman tempat aku dan Miki duduk tadi.
“Miki.” Jawabku singkat.
“Ada perlu apa dia ke sini ?”, tanya Meta seakan tak suka
dengan kedatangan Miki barusan.
“Nggak ada. Hanya ngobrol aja, eh tadi dia juga titip
salam sama kamu loh Ta”, kataku sambil mengerling menggoda Meta.
“Oh. Eh sorry ya aku agak lama, tadi beli ini”, dia
menyulurkan sebuah kantung plastic dan percakapan kamipun bergulir dengan
hebohnya.
to be continued