Jumat, 28 Oktober 2011

Don't Hate Me, Please !


Namaku Nina. Cewek SMA kelas XI disalah satu sekolah terpopuler di Medan. Orang bilang aku cantik, dengan tinggi semampai dan perawakan yang feminine aku bisa saja mendapatkan pacar dengan mudah. Tapi aku tak pernah menghiraukan saran itu, aku tidak meprioritaskan pacaran dalam hidupku yang bahkan belum genap 17 tahun, jadi aku tetap santai dengan hidupku.
            “Na, kenapa belum cari pacar sih ? Kamu kan cantik Na, pasti banyak deh yang mau. Jangan hanya nempel sama Meta terus”, nah, baru dibilang sudah ada yang mulai rewel. Dia Risna teman sekelasku
            “Gak ah. Ntar aj, lagian pacaran bukan prioritasku. Kalau emang belum ada yang cocok sama aku yah sudah nyantai saja”, aku berkata santai. Oh iya, tadi Risna menyebut nama Meta, kan ? Nah, Meta ini sahabatku, sahabatku semenjak SMP kelas 1. Dia tomboy, cuek tapi baik. Meskipun perawakannya tomboy, tapi dia penyayang apalagi sama binatang. Dan jangan mengira dia bodoh yah, meskipun tomboy dan malas tapi dia termasuk murid yang cukup pintar di kelas. Namun, kepintarannya kurang dipergunakannya secara maksimal karena terganggu sama sifat malasnya dia. Itulah sekilas info tentang Meta.
            “Sudahlah, susah ngomong sama kamu”, Risna melenggang pergi keluar dari kelas. Aku hanya terkikik melihatnya, emang siapa yang susah diajak ngomong ? Bukannya dia ?
            Aku menjelajah ke setiap sudut ruang kelasku. Masih hanya beberapa siswa kelasku yang sudah datang. Pagi ini aku memang sengaja datang cepat, aku lupa PR matematikaku belum selesai, aku mau minta tolong sama Meta, dia kan dewa penolongku untuk bidang studi matematika. Nah, itu dia anaknya.
            “Ta, liat PR matematika dong !” pintaku dengan wajah memelas, berharap yang dimintai tolong bisa langsung luluh dan memberikan PRnya padaku.
            “Kamu kerjain sendiri ! Mau bodoh ya, kalau gak ngerti baru tanya sama aku”, katanya dengan santai sambil mendudukkan pantatnya di bangku sebelahku. Yah itulah Meta, nggak pernah mau memberikan contekan PRnya padaku, dia nggak mau aku menjadi bodoh karna nyontek melulu sama dia. Aku salut denagn sifatnya yang sepert itu. Tapi kalau lagi mepet gimana dong, aku kan pelupa, jadi PR segenting ini kalau kukerjakan sendiri dengan kapasitas otakku untuk matematika yang dibawah rata-rata pasti bakalan lama selesainya.
            “Aduhh Ta, please deh uda mau masuk nih !” aku masih memohon padanya. Namun sepertinya sia-sia, dia masih santai di bangkunya tanpa menoleh padaku. Alhasil yah ku kerjakan seadanya sampai bel masuk kelas berdering.
. . .
            Langit yang sempurna. Aku menengadah melihat langit cerah yang indah. Tuhan memang benar-benar sayang pada umatNya, Dia memberikan segala keindahan untuk umat-Nya, namun terkadang para umatnya saja yang tak menyadari betapa sayang Tuhan padanya dengan menunjukkan segala hal terindah yang diberikan-Nya. Aku duduk di kursi taman belakang sekolah, menunggu Meta. Pulang sekolah inilah kegiatan rutin kami, kami duduk berdua di taman sekolah membicarakan hal apa saja, mendiskusikan hal yang tak penting bahkan. Meskipun aku yang selalu mendominasi cerita, kami tetap tak pernah merasa bosan dengan kegiatan ini.
            “Hey ! Na !”
            “Meta ! Dari man … “, aku yang sejenak mengira itu Meta ternyata salah, dia bukan Meta, tapi cowok beneran !
            “Nungguin Meta yah ?”, tanyanya tersenyum sambil duduk di bangku taman disampingku dan tak perduli dengan muka keherananku yang sama sekali tidak tau dia siapa. Ya, aku tak tau dia siapa, yang ku tau dia hanya murid sekolah ini, tidak popular tapi cukup banyak yang mengenalnya. Namun sayangnya aku bukan satu diantara mereka yang mengenal namanya.
            “Hmm ! I.. Iya.” jawabku tergagap. Karena canggung dengannya.
            “Oh, iya kita belum saling kenalankan ? Aku Miki, anak IPA 2. Nah, sebutkan namamu, meskipun aku sudah tau namamu tapi adab berkenalan kan saling menyebutkan nama”, katanya ceria sambil tertawa nyengir.
            “Oh, aku Nina”, kataku sembari tersenyum dengannya.
            “Apa sih yang kalian bicarakan di sini ?”, tanyanya.
            “Oh, maksudku, kau dan Meta” sambungnya setelah melihat raut wajah keherananku yang belum mengerti maksud pertanyaannya.
            “Bukan percakapan yang penting sih, kadang-kadang hanya sola pelajaran, curhatanku dan hal-hal tak penting lainnya.” Aku menjawab dengan santai. Yah, setidaknya sekarang sudah lebih santai, meskipun aku tidak tau apa tujuannya mengajakku mengobrol seperti ini, dan lagi dari mana dia tau aku dan Meta sering mengobrol di sini ?
            “Apa gosip itu.. benar ?” tanyanya ragu.
            “Gosip apa ?”
            “Kalian “pacaran” ? Maksudku kau dan … Meta ?” What !
            “Hah ! Gosip apa’an tuh ?” tanyaku heran, tapi aku tak bisa menyembunyikan tawaku, itu lelucon, mana mungkin aku dan Meta pacaran dia dan aku kan sama-sama perempuan ?! Alhasil aku tertawa terbahak di depannya, dan dia hanya bisa  pasang muka keheranan.
            “Ada yang lucu ?” tanyanya disela-sela tawaku.
            “Ha ? Nggak. Aku hanya heran. Kenapa percaya sama gossip murahan seperti itu ? Aku dan Meta kan sama-sama perempuan, gimana mau pacaran ?” aku menjawabnya dengan masih diselimuti tawa-tawa kecilku.
            “Oh, bagus deh kalau gitu” jawabnya sambil manggut-manggut. Aku hanya masih senyum-senyum geli saat ini. Sambil masih berpikir, “kok ada sih orang yang nyebar gossip yang benar-benar murahan seperti itu ?”
            “Oh ! Itu Meta !”, serunya melihat ke arah depan di mana Meta sedang jalan mengarah ke tempat kami duduk. “Oke, aku pergi dulu. Titip salam untuk si tomboy manis itu yah”, dia berkata sambil mengedipkan matanya lalu berlalu meninggalkan aku dan Meta yang keheranan, namun beda pengertiannya.
            Aku melihat muka Meta yang keheranan mendapati teman baiknya ini habis duduk berdua dengan seorang cowok. Meskipun bukan hanya dia saja yang heran, sejujurnya aku juga heran dengan kedatangan cowok keren dengan nama Miki itu. Tiba-tiba saja dia datang dan membawa gossip yang sama sekali tidak benar (sepertinya gossip memang tak ada yang benar !), dan ucapan yang terakhir diucapkannya adalah salam yang ditujukan buat Meta, hmm.. tingkat keherananku bertambah.
            “Siapa dia ?”, tanya Meta padaku setelah sampai di bangku taman tempat aku dan Miki duduk tadi.
            “Miki.” Jawabku singkat.
            “Ada perlu apa dia ke sini ?”, tanya Meta seakan tak suka dengan kedatangan Miki barusan.
            “Nggak ada. Hanya ngobrol aja, eh tadi dia juga titip salam sama kamu loh Ta”, kataku sambil mengerling menggoda Meta.
            “Oh. Eh sorry ya aku agak lama, tadi beli ini”, dia menyulurkan sebuah kantung plastic dan percakapan kamipun bergulir dengan hebohnya.

to be continued

DOWN

Aku belum pernah merasa sesedih ini pas kertas laporan ulangan Mid semester ada di tangan.

Beberapa bulan lalu, aku berusaha keras untuk belajar, pulang selalu sore dan pr selalu menanti di malam hari, aku merasa aku udah maksimal. Tapi ternyata itu hanya perasaanku saja. Pas hari menegangkan itu tiba, aku terdiam. Kertas itu langsung saja ku lipat, wali kelas memperlihatkan nilai asliku ketika membagi kertas itu. Dan aku dingin, mataku berkaca-kaca, aku tak dapat berkata-kata. Semua temanku heran melihatku. Tapi aku tetap diam, hingga akhirnya meneteslah air itu. Dadaku sakit, sakit sekali. Aku merasa sudah maksimal, aku merasa kau sudah berusaha dengan keras, tapi apa yang kudapatkan belum sebanding dengan itu. Nilai ujianku anjlok. Merah ada dua, bahkan tiga. Dan yang lebih parahnya lgi 2 mata pelajaran jurusan. Aku gak tau apa-apa lagi, aku bingung. aku masih terus menangis, menangis dan menangis. semua temanku melihatku mencoba menghibur tapi aku masih menangis.

Aku merasa bersalah, aku menghabiskan uang orang tua hanya untuk nilaiku yang anjlok itu. Aku masih menangis. Sempat aku merasa semuanya tidak adil. Beberapa temanku yang usahanya belum sepertiku bisa mendapat nilai lebih bahkan tidak ada yan merah, tapi aku ? Aku bingung yah aku bingung. Aku masih menagis. Tapi aku mencoba positif thinking, mungkin aku saja yang memang belum begitu keras untuk berusaha. Namun, aku masih merasakan sakit. Ya Allah bagaimana ini, aku gak tau lagi harus gimana. Rasanya saat itu juga aku ingin menghilang ingin lenyap begitu saja. Tapi tidak bisa. Aku harus menghadapi kenyataan, PAHIT.
Aku masih tetap saja menangis sesenggukan, teman-teman masih saja memperhatikanku. Aku merasa bersalah, aku tau aku memang kurang berusaha, dan itu masalah terbesarnya, aku takut akan orangtuaku. aku takut. aku mengecewakan mereka, aku berbicara tentang cita-citaku yang tinggi pada mereka, tapi untuk mencapai itu aku memberi mereka hasil yang merah ?! bagaimana ini ?

Aku mencoba menenangkan diri, pulang sekolah aku langsung menuju ke rumah salah satu teman baikku ketika SMP, aku ingin sharing ingin mencari ketenangan dengan sharing dengannya. Memang agak membaik perasaan kangen dan akhirnya bisa ketemu dengan teman lama sedikit melupakan masalah yang baru saja menimpaku. Gak seluruhnya memang, tapi biarlah seenggaknya aku bisa berpikir dengan lebih tenang bersamanya. Akhirnya aku pulang tepat jam setengan 5 sore.

Daam perjalanan pulang aku kembali kebingungan, apa yang haus kukatakan pada orang tuaku ? bagaimana kalau mereka marah besar ? aku takut. aku kecewa pada diriku sendiri. aku sedih, karna aku belum bisa kasih yang terbaik.

Aku sampai di rumah, aku masih diam belum berani bicara. hingga malam tiba aku membernikan diri memberikan kertas "sialan" itu pada bapak. respon yang ada memang tak seperti dugaanku, tapi aku tahu dia pasti kecewa, aku menangis lagi malam itu. Dadaku kembali sakit lagi kala itu. Tapi aku berusaha kuat berusaha menemukan titik terangku. aku berusaha mengambil nilai posotif dalam masalahku mengambil hikmah dari peristiwa ini. Mungkin Allah ingin aku lebih serius, mungkin Allah ingin aku lebih menyadari kekuranganku yang seharusnya bisa ku manfaatkan menjadi kelebihanku. Mungkin Allah ingin aku menajadi orang yang lebih kuat dengan memberikannya cobaan berat dulu baru memberinya kebahagiaan. Aku berpikir positif aku yakin Allah punya rencana indah untukku. Aku yakin Allah sudah mepersiapkan hal luar biasa untuk nanti kujalani setelah aku berusaha lebih keras lagi. Doakan aku agar aku bisa menjadi orang yang mampu berusaha keras orang yang mampu merai apa yang ku cita-citakan dan orang yang mampu menghpus kekecewaan menjdi kebanggaan.



"semuanya sudah ada di kepalamu, tinggal pilih mana yang akan kau lakukan dan yang tidak pernah sekalipun akan kau lakukan. jangan tanya jawaban pada yang lain karna yang tau hanya kau, hatimu dan pikiranmu. oke widya ! so harus tetap semangaatt ! meski memang berat, tapi apa yang gak bisa di lakukan manusia ketika dia mau berusaha dan Allah mengizinkan ?"
widya_sp