Yah, hari ini aku mengukir sejarah. Mau tahu kenapa ? oke baik-baik, akan ku beritahu kenapa.
Hari ini aky TELAT, yah telat teman-teman TELAT! Kenapa sebegitu berlebihan aku mengungkapkannya ? Karena hari ini hari pertama ujian. *gubrak*
Malam tadi aku tidak tidur dengan nyenyak, sebabnya hanya satu, aku memikirkan ujian besok. Berulang kali aku ketiduran, dan berulang kali aku terbangun untuk menghapal-hapal lagi rumus-rumus fisika yang sudah hampir membuatku "gila".
Aku belajar pukul 8 malam, mencoba membahas-bahas soal yang kemungkinan masuk diujian besok. Soal demi soal dan rumus demi rumus sampai jam 11 malam. Belum selesai, aku merasa belum maksimal belajarnya malam ini, tapi mataku mengantuk, ngantuk sekali. Dan akhirnya akupun tertidur.
Pukul 1 malam, aku kembali terbangun. Aku mencoba menyesuaikan mataku dengan terang cahaya di kamarku. Aku kembali membaca, menjawab soal dan menghapal rumus. Niat awalku, aku akan tdur lagi ketika jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari, dan itupun setelah aku selesai mencuci baju yang akan ku pakai besok (yah aku belum mencuci baju putihku yang seharusnya dipakai besoknya, yang seharusnya dipakai, tunggu berapa jam lagi yah, 8 JAM LAGI ! hebat -oyah aku belum kasih tau, senin aku ujian pukul 10.20-) dan setelah shalat tahajud. Tapi rencana hanya tinggal rencana, kurang lebih pukul 2 aku kembali tertidur. Zzzzz.
Pukul 4, aku bangun lagi temaan. Kali ini ibuku yang membangunkan. Aku dan ibuku berencana akan berpuasa hari ini, puasa Muharam, sedikit info puasa ketika tanggal 10 Muharram itu dapat menghapus dosa setahun yang lalu :) (HR.Muslim) dan hari ini aku melaksanakannya. Aku makan sahur dengan ibuku dan mencuci teman-teman. Aku mencuci pukul 4 dini hari !, bukankan itu rekor ? *setidaknya itu rekor bagiku yang belum pernah mencuci pada jam seperti itu*
setelah mencuci aku menyempatkan diri untuk shalat tahajud, berhubung itu belum masuk waktu subuh, yah jadi aku shalat saja. Aku shalat dengan hikmat, sambil berdoa, semoga Allah mengijinkanku untu membabat habis soal-soal ujian besok.
Setelah selesai, acara ritual shalat nya (sudah dengan sholat subuh) aku kembali tidur. (berhubung masih ngantuk). *gubrak* lagi
Aku terbangun pukul 8 pagi. Belum mau mandi, masuk ujian masih beberapa jam lagi, akhirnya aku memilih untuk membaca-baca lagi buku agama. Soalnya, agama yang terlebih dahulu di ujiankan jadi aku membaca-baca lagi saja pelajaran agama. Dan tahu apa yang terjadi ? Aku kembali tertidur, yah tertidur dan terbangun kembali ketika jam menunjukkan pukul 09.50 WIB. Hooaahh.
Ini rekor teman-teman, REKOR. Aku bangun, langsung meluncur ke kamar mandi, langsung jebar-jebur dengan air dan tak lupa sabunan :p lalu pakai baju dengan kilat, *eh baju putih belum deng, karna aku harus menstrika lagi baju putih beserta jilbabnya -_-* Akhirnya pukul 10.15 aku selesai. TAPI 5 MENIT LAGI UJIAN DIMULAI !! Dan dari rummahku ke sekolah kalau naik mobil...angkot memakan waktu 15 MENIT ! Hoaaah, keren kan ? *gubrak* sekali lagi.
Aku berlari ke menuju depan gang tempat di mana aku menunggu angkot, Alhamdulillah yah angkotnya enggak pake lama. Dia datang padaku dan aku menaikinya. Hufftt ! Perjalanan belum selesai. Aku masih was-was apa aku diijinkan masuk untuk mengikuti ujian atau TIDAK ! Ah, ya Allah. Aku keringat dingin. Ingin rasanya aku yang mengendarai angkot ini, dan ku bawa dengan kecepatan jet kalau bisa -dan sayangnya gak bisa- akhirnya aku setia menunggu. berharap gak ada dari satu ibuk-ibuk atau bapak-bapak atau anak sekolah "penunggu" angkot ini yang buru-buru turun.
Aku SAMPAI !! Aku turun dan langsung berlari menuju sekolah *resiko punya sekolah yang gak di pinggir jalan, karena sehabis turun dari angkot harus kembali nyambung dengan jalan kaki ke dalam, cape deh -_-* Satpam di depan sudah marah-marah, aku tak peduli tetap saja aku berlari kedalam.
Eits, jangan kalian kira aku sudah santai-santai. Karena buktinya tidak ! Satu lagi masalah. AKU GAK TAU DI MANA RUANGAN UJIANKU, TEMPAT SEHARUSNYA SAAT INI AKU BERADA ! Luar Biasa. Aku keliling-keliling mencari ruangan tempat aku ujian. Seingatku aku di ruang 9, tapi ketika aku sampai di ruangan itu aku salah tempat. Aku nyasar 2 kali, yah 2 kali. Dan ternyata ruanganku sebenarnya adalah runagan 10 ! Hebat ! Aku balik lagi mencari ruangan sepuluh dan gotcha ! Ketemu !
Di sinilah aku, tempat para guru cekikikan gak jelas, padahal ada muridnya sekitar 2 orang sedang membahas soal yang sama sekali tidak mudah. Yah aku di ruang guru, aku gak di kasih ujian di ruangaann teman-temaann :( mojok sendirian di ruang guru. Tanpa teman yang membantu dan tanpa orang yang bisa ku tanya-tanya perihal jawaban mana yang benar ! Baru kali ini ketika ujian aku telat. Memang sih dalam dunia per-telat-tan wajahku sudah tidak asing lagi ketika hari sekolah biasa, tapi ini UJIAN, dan UJIAN hari PERTAMA dan itu harus di ruang guru, dengan beberapa pasang mata guru yang melihat dan bertanya "kenapa di sini ? Telat ?" Aduh malunya. Memang sih aku gak sendiri ujian di ruang guru, ada salah satu temanku, sesama virginity yang juga di ruang guru, tapi dia nun jauh di sana. Kami terpisah jauuh sekali (lebay amat yak) jadi gak bisa apa-apa.
Alhamdulillah. Aku tidak terlalu banyak mengalami kesulitan memang. Tapi aku tetap saja mengutuki diri sendiri dan berjanji tidak akan mau mengulangi ketelatanku ini. Oke. Gak boleh telat lagi ! Promise !
Senin, 05 Desember 2011
Jumat, 28 Oktober 2011
Don't Hate Me, Please !
Namaku Nina. Cewek SMA
kelas XI disalah satu sekolah terpopuler di Medan. Orang bilang aku cantik,
dengan tinggi semampai dan perawakan yang feminine aku bisa saja mendapatkan
pacar dengan mudah. Tapi aku tak pernah menghiraukan saran itu, aku tidak
meprioritaskan pacaran dalam hidupku yang bahkan belum genap 17 tahun, jadi aku
tetap santai dengan hidupku.
“Na, kenapa belum cari pacar sih ? Kamu kan cantik Na,
pasti banyak deh yang mau. Jangan hanya nempel sama Meta terus”, nah, baru
dibilang sudah ada yang mulai rewel. Dia Risna teman sekelasku
“Gak ah. Ntar aj, lagian pacaran bukan prioritasku. Kalau
emang belum ada yang cocok sama aku yah sudah nyantai saja”, aku berkata
santai. Oh iya, tadi Risna menyebut nama Meta, kan ? Nah, Meta ini sahabatku,
sahabatku semenjak SMP kelas 1. Dia tomboy, cuek tapi baik. Meskipun
perawakannya tomboy, tapi dia penyayang apalagi sama binatang. Dan jangan
mengira dia bodoh yah, meskipun tomboy dan malas tapi dia termasuk murid yang
cukup pintar di kelas. Namun, kepintarannya kurang dipergunakannya secara
maksimal karena terganggu sama sifat malasnya dia. Itulah sekilas info tentang Meta.
“Sudahlah, susah ngomong sama kamu”, Risna melenggang
pergi keluar dari kelas. Aku hanya terkikik melihatnya, emang siapa yang susah
diajak ngomong ? Bukannya dia ?
Aku menjelajah ke setiap sudut ruang kelasku. Masih hanya
beberapa siswa kelasku yang sudah datang. Pagi ini aku memang sengaja datang
cepat, aku lupa PR matematikaku belum selesai, aku mau minta tolong sama Meta,
dia kan dewa penolongku untuk bidang studi matematika. Nah, itu dia anaknya.
“Ta, liat PR matematika dong !” pintaku dengan wajah
memelas, berharap yang dimintai tolong bisa langsung luluh dan memberikan PRnya
padaku.
“Kamu kerjain sendiri ! Mau bodoh ya, kalau gak ngerti
baru tanya sama aku”, katanya dengan santai sambil mendudukkan pantatnya di
bangku sebelahku. Yah itulah Meta, nggak pernah mau memberikan contekan PRnya
padaku, dia nggak mau aku menjadi bodoh karna nyontek melulu sama dia. Aku
salut denagn sifatnya yang sepert itu. Tapi kalau lagi mepet gimana dong, aku
kan pelupa, jadi PR segenting ini kalau kukerjakan sendiri dengan kapasitas
otakku untuk matematika yang dibawah rata-rata pasti bakalan lama selesainya.
“Aduhh Ta, please deh uda mau masuk nih !” aku masih
memohon padanya. Namun sepertinya sia-sia, dia masih santai di bangkunya tanpa
menoleh padaku. Alhasil yah ku kerjakan seadanya sampai bel masuk kelas
berdering.
. . .
Langit yang sempurna. Aku menengadah melihat langit cerah
yang indah. Tuhan memang benar-benar sayang pada umatNya, Dia memberikan segala
keindahan untuk umat-Nya, namun terkadang para umatnya saja yang tak menyadari
betapa sayang Tuhan padanya dengan menunjukkan segala hal terindah yang
diberikan-Nya. Aku duduk di kursi taman belakang sekolah, menunggu Meta. Pulang
sekolah inilah kegiatan rutin kami, kami duduk berdua di taman sekolah
membicarakan hal apa saja, mendiskusikan hal yang tak penting bahkan. Meskipun
aku yang selalu mendominasi cerita, kami tetap tak pernah merasa bosan dengan
kegiatan ini.
“Hey ! Na !”
“Meta ! Dari man … “, aku yang sejenak mengira itu Meta
ternyata salah, dia bukan Meta, tapi cowok beneran !
“Nungguin Meta yah ?”, tanyanya tersenyum sambil duduk di
bangku taman disampingku dan tak perduli dengan muka keherananku yang sama
sekali tidak tau dia siapa. Ya, aku tak tau dia siapa, yang ku tau dia hanya
murid sekolah ini, tidak popular tapi cukup banyak yang mengenalnya. Namun
sayangnya aku bukan satu diantara mereka yang mengenal namanya.
“Hmm ! I.. Iya.” jawabku tergagap. Karena canggung
dengannya.
“Oh, iya kita belum saling kenalankan ? Aku Miki, anak
IPA 2. Nah, sebutkan namamu, meskipun aku sudah tau namamu tapi adab berkenalan
kan saling menyebutkan nama”, katanya ceria sambil tertawa nyengir.
“Oh, aku Nina”, kataku sembari tersenyum dengannya.
“Apa sih yang kalian bicarakan di sini ?”, tanyanya.
“Oh, maksudku, kau dan Meta” sambungnya setelah melihat
raut wajah keherananku yang belum mengerti maksud pertanyaannya.
“Bukan percakapan yang penting sih, kadang-kadang hanya
sola pelajaran, curhatanku dan hal-hal tak penting lainnya.” Aku menjawab
dengan santai. Yah, setidaknya sekarang sudah lebih santai, meskipun aku tidak
tau apa tujuannya mengajakku mengobrol seperti ini, dan lagi dari mana dia tau
aku dan Meta sering mengobrol di sini ?
“Apa gosip itu.. benar ?” tanyanya ragu.
“Gosip apa ?”
“Kalian “pacaran” ? Maksudku kau dan … Meta ?” What !
“Hah ! Gosip apa’an tuh ?” tanyaku heran, tapi aku tak
bisa menyembunyikan tawaku, itu lelucon, mana mungkin aku dan Meta pacaran dia
dan aku kan sama-sama perempuan ?! Alhasil aku tertawa terbahak di depannya,
dan dia hanya bisa pasang muka
keheranan.
“Ada yang lucu ?” tanyanya disela-sela tawaku.
“Ha ? Nggak. Aku hanya heran. Kenapa percaya sama gossip
murahan seperti itu ? Aku dan Meta kan sama-sama perempuan, gimana mau pacaran
?” aku menjawabnya dengan masih diselimuti tawa-tawa kecilku.
“Oh, bagus deh kalau gitu” jawabnya sambil manggut-manggut.
Aku hanya masih senyum-senyum geli saat ini. Sambil masih berpikir, “kok ada
sih orang yang nyebar gossip yang benar-benar murahan seperti itu ?”
“Oh ! Itu Meta !”, serunya melihat ke arah depan di mana Meta
sedang jalan mengarah ke tempat kami duduk. “Oke, aku pergi dulu. Titip salam
untuk si tomboy manis itu yah”, dia berkata sambil mengedipkan matanya lalu
berlalu meninggalkan aku dan Meta yang keheranan, namun beda pengertiannya.
Aku melihat muka Meta yang keheranan mendapati teman
baiknya ini habis duduk berdua dengan seorang cowok. Meskipun bukan hanya dia
saja yang heran, sejujurnya aku juga heran dengan kedatangan cowok keren dengan
nama Miki itu. Tiba-tiba saja dia datang dan membawa gossip yang sama sekali
tidak benar (sepertinya gossip memang tak ada yang benar !), dan ucapan yang
terakhir diucapkannya adalah salam yang ditujukan buat Meta, hmm.. tingkat keherananku
bertambah.
“Siapa dia ?”, tanya Meta padaku setelah sampai di bangku
taman tempat aku dan Miki duduk tadi.
“Miki.” Jawabku singkat.
“Ada perlu apa dia ke sini ?”, tanya Meta seakan tak suka
dengan kedatangan Miki barusan.
“Nggak ada. Hanya ngobrol aja, eh tadi dia juga titip
salam sama kamu loh Ta”, kataku sambil mengerling menggoda Meta.
“Oh. Eh sorry ya aku agak lama, tadi beli ini”, dia
menyulurkan sebuah kantung plastic dan percakapan kamipun bergulir dengan
hebohnya.
to be continued
DOWN
Aku belum pernah merasa sesedih ini pas kertas laporan ulangan Mid semester ada di tangan.
Beberapa bulan lalu, aku berusaha keras untuk belajar, pulang selalu sore dan pr selalu menanti di malam hari, aku merasa aku udah maksimal. Tapi ternyata itu hanya perasaanku saja. Pas hari menegangkan itu tiba, aku terdiam. Kertas itu langsung saja ku lipat, wali kelas memperlihatkan nilai asliku ketika membagi kertas itu. Dan aku dingin, mataku berkaca-kaca, aku tak dapat berkata-kata. Semua temanku heran melihatku. Tapi aku tetap diam, hingga akhirnya meneteslah air itu. Dadaku sakit, sakit sekali. Aku merasa sudah maksimal, aku merasa kau sudah berusaha dengan keras, tapi apa yang kudapatkan belum sebanding dengan itu. Nilai ujianku anjlok. Merah ada dua, bahkan tiga. Dan yang lebih parahnya lgi 2 mata pelajaran jurusan. Aku gak tau apa-apa lagi, aku bingung. aku masih terus menangis, menangis dan menangis. semua temanku melihatku mencoba menghibur tapi aku masih menangis.
Aku merasa bersalah, aku menghabiskan uang orang tua hanya untuk nilaiku yang anjlok itu. Aku masih menangis. Sempat aku merasa semuanya tidak adil. Beberapa temanku yang usahanya belum sepertiku bisa mendapat nilai lebih bahkan tidak ada yan merah, tapi aku ? Aku bingung yah aku bingung. Aku masih menagis. Tapi aku mencoba positif thinking, mungkin aku saja yang memang belum begitu keras untuk berusaha. Namun, aku masih merasakan sakit. Ya Allah bagaimana ini, aku gak tau lagi harus gimana. Rasanya saat itu juga aku ingin menghilang ingin lenyap begitu saja. Tapi tidak bisa. Aku harus menghadapi kenyataan, PAHIT.
Aku masih tetap saja menangis sesenggukan, teman-teman masih saja memperhatikanku. Aku merasa bersalah, aku tau aku memang kurang berusaha, dan itu masalah terbesarnya, aku takut akan orangtuaku. aku takut. aku mengecewakan mereka, aku berbicara tentang cita-citaku yang tinggi pada mereka, tapi untuk mencapai itu aku memberi mereka hasil yang merah ?! bagaimana ini ?
Aku mencoba menenangkan diri, pulang sekolah aku langsung menuju ke rumah salah satu teman baikku ketika SMP, aku ingin sharing ingin mencari ketenangan dengan sharing dengannya. Memang agak membaik perasaan kangen dan akhirnya bisa ketemu dengan teman lama sedikit melupakan masalah yang baru saja menimpaku. Gak seluruhnya memang, tapi biarlah seenggaknya aku bisa berpikir dengan lebih tenang bersamanya. Akhirnya aku pulang tepat jam setengan 5 sore.
Daam perjalanan pulang aku kembali kebingungan, apa yang haus kukatakan pada orang tuaku ? bagaimana kalau mereka marah besar ? aku takut. aku kecewa pada diriku sendiri. aku sedih, karna aku belum bisa kasih yang terbaik.
Aku sampai di rumah, aku masih diam belum berani bicara. hingga malam tiba aku membernikan diri memberikan kertas "sialan" itu pada bapak. respon yang ada memang tak seperti dugaanku, tapi aku tahu dia pasti kecewa, aku menangis lagi malam itu. Dadaku kembali sakit lagi kala itu. Tapi aku berusaha kuat berusaha menemukan titik terangku. aku berusaha mengambil nilai posotif dalam masalahku mengambil hikmah dari peristiwa ini. Mungkin Allah ingin aku lebih serius, mungkin Allah ingin aku lebih menyadari kekuranganku yang seharusnya bisa ku manfaatkan menjadi kelebihanku. Mungkin Allah ingin aku menajadi orang yang lebih kuat dengan memberikannya cobaan berat dulu baru memberinya kebahagiaan. Aku berpikir positif aku yakin Allah punya rencana indah untukku. Aku yakin Allah sudah mepersiapkan hal luar biasa untuk nanti kujalani setelah aku berusaha lebih keras lagi. Doakan aku agar aku bisa menjadi orang yang mampu berusaha keras orang yang mampu merai apa yang ku cita-citakan dan orang yang mampu menghpus kekecewaan menjdi kebanggaan.
Beberapa bulan lalu, aku berusaha keras untuk belajar, pulang selalu sore dan pr selalu menanti di malam hari, aku merasa aku udah maksimal. Tapi ternyata itu hanya perasaanku saja. Pas hari menegangkan itu tiba, aku terdiam. Kertas itu langsung saja ku lipat, wali kelas memperlihatkan nilai asliku ketika membagi kertas itu. Dan aku dingin, mataku berkaca-kaca, aku tak dapat berkata-kata. Semua temanku heran melihatku. Tapi aku tetap diam, hingga akhirnya meneteslah air itu. Dadaku sakit, sakit sekali. Aku merasa sudah maksimal, aku merasa kau sudah berusaha dengan keras, tapi apa yang kudapatkan belum sebanding dengan itu. Nilai ujianku anjlok. Merah ada dua, bahkan tiga. Dan yang lebih parahnya lgi 2 mata pelajaran jurusan. Aku gak tau apa-apa lagi, aku bingung. aku masih terus menangis, menangis dan menangis. semua temanku melihatku mencoba menghibur tapi aku masih menangis.
Aku merasa bersalah, aku menghabiskan uang orang tua hanya untuk nilaiku yang anjlok itu. Aku masih menangis. Sempat aku merasa semuanya tidak adil. Beberapa temanku yang usahanya belum sepertiku bisa mendapat nilai lebih bahkan tidak ada yan merah, tapi aku ? Aku bingung yah aku bingung. Aku masih menagis. Tapi aku mencoba positif thinking, mungkin aku saja yang memang belum begitu keras untuk berusaha. Namun, aku masih merasakan sakit. Ya Allah bagaimana ini, aku gak tau lagi harus gimana. Rasanya saat itu juga aku ingin menghilang ingin lenyap begitu saja. Tapi tidak bisa. Aku harus menghadapi kenyataan, PAHIT.
Aku masih tetap saja menangis sesenggukan, teman-teman masih saja memperhatikanku. Aku merasa bersalah, aku tau aku memang kurang berusaha, dan itu masalah terbesarnya, aku takut akan orangtuaku. aku takut. aku mengecewakan mereka, aku berbicara tentang cita-citaku yang tinggi pada mereka, tapi untuk mencapai itu aku memberi mereka hasil yang merah ?! bagaimana ini ?
Aku mencoba menenangkan diri, pulang sekolah aku langsung menuju ke rumah salah satu teman baikku ketika SMP, aku ingin sharing ingin mencari ketenangan dengan sharing dengannya. Memang agak membaik perasaan kangen dan akhirnya bisa ketemu dengan teman lama sedikit melupakan masalah yang baru saja menimpaku. Gak seluruhnya memang, tapi biarlah seenggaknya aku bisa berpikir dengan lebih tenang bersamanya. Akhirnya aku pulang tepat jam setengan 5 sore.
Daam perjalanan pulang aku kembali kebingungan, apa yang haus kukatakan pada orang tuaku ? bagaimana kalau mereka marah besar ? aku takut. aku kecewa pada diriku sendiri. aku sedih, karna aku belum bisa kasih yang terbaik.
Aku sampai di rumah, aku masih diam belum berani bicara. hingga malam tiba aku membernikan diri memberikan kertas "sialan" itu pada bapak. respon yang ada memang tak seperti dugaanku, tapi aku tahu dia pasti kecewa, aku menangis lagi malam itu. Dadaku kembali sakit lagi kala itu. Tapi aku berusaha kuat berusaha menemukan titik terangku. aku berusaha mengambil nilai posotif dalam masalahku mengambil hikmah dari peristiwa ini. Mungkin Allah ingin aku lebih serius, mungkin Allah ingin aku lebih menyadari kekuranganku yang seharusnya bisa ku manfaatkan menjadi kelebihanku. Mungkin Allah ingin aku menajadi orang yang lebih kuat dengan memberikannya cobaan berat dulu baru memberinya kebahagiaan. Aku berpikir positif aku yakin Allah punya rencana indah untukku. Aku yakin Allah sudah mepersiapkan hal luar biasa untuk nanti kujalani setelah aku berusaha lebih keras lagi. Doakan aku agar aku bisa menjadi orang yang mampu berusaha keras orang yang mampu merai apa yang ku cita-citakan dan orang yang mampu menghpus kekecewaan menjdi kebanggaan.
"semuanya sudah ada di kepalamu, tinggal pilih mana yang akan kau lakukan dan yang tidak pernah sekalipun akan kau lakukan. jangan tanya jawaban pada yang lain karna yang tau hanya kau, hatimu dan pikiranmu. oke widya ! so harus tetap semangaatt ! meski memang berat, tapi apa yang gak bisa di lakukan manusia ketika dia mau berusaha dan Allah mengizinkan ?"
widya_sp
Rabu, 07 September 2011
EGO !
Huh
! Dasar cowok ! ngeselin amat sih ! Dia yang ngajak dia yang batalin. Seenak
jidatnya aja, dia sangka aku senang ? Dia sangka aku santai-santai saja ? Heh !
Dasar ! Aku akan balas dendam, gak mau mengontak dia gak mau sama sekali bicara
sama dia sebelum dia menyadari kesalahannya dan sebelum dia minta maaf !
Aku menggerutu panjang lebar selama
perjalanan pulang. Bayangkan saja, ini kencan pertamaku dengannya selama
beberapa hari ini kami hanya sok jaim memendam rasa ingin tahu satu sama lain
untuk menjalin hubungan yang lebih dekat. Gie. Pengucapannya dengan “J” bukan
“G” itu yang selalu di lontarkan pada orang-orang yang baru mengenalnya. Cowok
yang tidak terlalu populer tapi cukup menarik perhatianku. Sebelumnya kami
memang pernah dekat sewaktu SMP, tapi hanya sekedar teman satu kelas tak lebih.
Tanpa ku sangka ternyata aku dan dia bersekolah di sekolah yang sama semenjak
setahun yang lalu tanpa juga mengetahuinya hingga kami menginjak kelas XI.
“Jo, sore nanti ada acara ?”
tanyanya siang itu di kantin sekolah.
“Nggak ada. Kenapa ?”, jawabku yang
pura-pura tidak tahu kemana arah pembicaraan ini.
“Mau nemenin aku membeli sesuatu ?”,
nah benar tapi dia gunakan alasan yang lain.
“Beli apa ?”
“Liat aja ntar deh. Mau nggak ?”,
dia bertanya sekali lagi.
“Oke ! Asal ada uang capek karna
nemenin kamu !” sahutku asal namun mengiyakan ajakannya yang disambutnya dengan
tertawa. Namun kalian tau apa yang terjadi ?
“Jo, sorry nih mendadak aku ada
urusan yang lebih penting, jadi hari ini batal yah. Mungkin lain waktu aku akan
minta bantuanmu lagi, oke ! Sorry yah”, itulah katanya ketika tina-tiba dia
menelponku disaat aku sedang menunggunya di tempat janjian kami lebih dari
setengah jam, Dasar kejam !
.
. . .
Aku melangkah dengan cepat ke kelas.
Hari ini seperti biasa ngaret lagi, huh !
“ahhh, akhirnya”, aku mendesah lega
karna belum ada guru yang masuk. Tunggu ada yang beda. Seperti gak ada
serentetan suara yang menghujamku ketika aku berada disaat-saat telat seperti
ini.
“Hey, Rin ! Mana bawelmu itu ?”, tanyaku
pada teman satu mejaku, Nirina.
“Eh, hey Jo ! sudah datang ? Bagus
!”, tidak menjawab pertanyaanku. Oke sudahlah mungkin dia lagi malas untuk
menasehatiku, atau dia terlalu senang untuk marah-marah pagi ini.
“Woy ! Liat PR dong ?! Aku lupa
ngerjain nih !”, aku panik karna lupa mengerjakan tugas penting. PR matematika.
Gurunya sih gak killer, tapi dia nggak segan-segan menjatuhkan muridnya dengan
cara menjatuhkan nilainya pula.
“Kok pada diem semua ? Temen kalian
ini butuh bantuan loh !”, kataku sekali lagi. Namun tak ada reaksi apaun dari
mereka yang kumintai tolong. Ya Tuhan. Salah apa aku hari ini ? Telat ? Tidak
juga, diandingkan dari hari lain hari ini nilai telatku naik. Lalu apa ? Kenapa
pada aneh hari ini ?
“Wah tega kalian !”
“.......”
.
. . .
Oke. Ku kira hari ini akan
menyenangkan. Karena aku sudah cukup mengeluarkan kejengkelanku sabtu sore
lalu. Tapi sepertinya aku tidak dibiarkan untuk membuat hariku sendiri
menyenangkan. Anak-anak aneh hari ini, ditambah hukuman bu Nuri guru
matematikaku tadi dan hari ini pula seakan sabtu kemarin tidak terjadi apa-apa
Gie bersikap biasa saja tanpa merasa bersalah sedikitpun. Oke dia sudah minta
maaf tapi itu tidak cukup.
Nah, di mana lagi mereka sekarang ?
Biasanya aku pulang bersama Nirina, Jundi dan beberapa teman lain. Kami pulang
dengan jalan kaki, maklumlah rumah kami dekat dengan sekolah dan kebetulan pula
berdekatan satu sama lain. Tapi saat ini mereka tak ada, apa sudah duluan ? Gak
biasanya mereka menghilang tanpa memberi tahuku lebih dulu. Ya sudahlah aku
pulang duluan saja. Dengan rasa jengkel yang tersisa akupun pulang. Malas untuk
melangkahkan kaki menuju rumah, aku melangkahkan kakiku ke taman di daerah komplekku
tinggal. Hanya ingin duduk-duduk tenang untuk membuat sisa hariku ini dengan
sedikit lebih menyenangkan. Dan untuk berpikir pula.
Aku memilih bangku yang ada di dekat
taman bermain kecil tempat para anak-anak mungil komplekku bermain dengan
riangnya. Tidak banyak orang yang berada di taman ini, hanya ada dua orang ibu
dan tiga anak kecil yang bermain sambil diawasi ibu mereka. Aku bingung,
mengapa beberapa hari terakhir teman-temanku bersikap aneh. Bersikap
seakan-akan aku bukan teman baik mereka. Apalagi Nirina. Aku dan Nirina adalah
teman sepermainan. Sejak SD kelas satu kami sudah berada di sekolah yang sama
duduk di meja yang sama dan bermain bersama, hanya ketika SMP kami berpisah
karena kami punya pendapat beda mengenai SMP yang bagus. Namun bukan berarti
juga persahabatan kami lenyap. Kami masih sering
bertemu bahkan berbagi cerita. Dari dulu sikapnya tidak pernah seperti ini,
kami selalu bercanda dan diapun tampak selalu ceria.
Mama dan Papa juga ikutan bertingkah
aneh. Sejak beberapa hari
terakhir pula mereka sering pulang larut malam. Biasanya mereka tak pernah
seperti itu. Mereka selalu memikirkanku yang pasti gelisah menunggu kepulangan
mereka, tapi kali ini mereka seakan tak peduli lagi. Bahkan ketika sampai di
rumah mereka hanya mengucapkan selamat malam lalu langsung menuju ke kamar hingga
besok pagi tanpa menanyakan kabarku. Paginya juga terasa aneh, kami hanya
mengucapkan selamat pagi lalu diam dalam dentingan sendok yang menyentuh piring
ketika kami sarapan. Aku terlalu kebingungan untuk memulai pembicaraan jadi,
akupun hanya bisa duduk sambil menyantap sarapanku dengan seribu tanya.
Gak hanya itu. Gie, cowok yang aku
taksir bahkan juga aneh. Biasanya dia rajin mendatangiku walau hanya untuk
sekedar mendiskusikan sesuatu yang tak penting, tapi beberapa hari ini tidak.
Terakhir dia mendatangiku ketika dia memintaku untuk menemaninya membeli
sesuatu yang terpaksa harus dibatalkan tanpa aku tau alasan yang jelas kenapa.
Sudah begitu dia bersikap biasa-biasa saja setelah itu semua terjadi, seakan
dia tak pernah bersalah dan tak sedikitpun membuat kesalahan. Huh !
Menjengkelkan !
Emang apa yang salah denganku
beberapa hari ini ? Aku gak merasa berbuat kesalahan sekecil apapun. Kenapa
semuanya seakan berubah ?
“Yakin kamu gak pernah melakukan
suatu kesalahan sekecil apapun itu ?”, Gie ? Oh, ya ampun tanpa ku sadari aku
mengucapkan apa yang ada dipikiranku sehingga ada yang mendengarnya, dan itu
... Gie ?
“Ya, ini aku ? Kenapa ? Heran
melihatku di sini ?”, aku tak menjawab. Aku hanya terbengong akan kehadirannya
dan heran, apa dia membaca pikiranku ?
“Kamu pernah berpikir, bahwa pasti
ada sesuatu yang selalu kita lewatkan. Sesuatu yang menurut kita tidak penting
sama sekali namun ternyata itu berpengaruh besar bagi orang-orang terdekat kita
? Sesuatu yang terlewat itu bisa berupa apa saja, baik itu bersifat negatif
atau positif. Coba kamu pikir-pikir deh”, aku menengadah dan berpikir.
“Ya, pasti memang selalu ada yang
terlewatkan. Apalagi untuk orang yang pelupa dan ceroboh sepertiku. Tapi, hey !
Kenapa kamu berkata seperti itu ?”, aku menjawab pertanyaannya dan langsung
bertanya pula padanya.
“Ya, kalau itu bersifat positif atau
baik, kita cukup melupakannya karena jika kita selalu mengingat-ingat perbuatan
baik kita itu akan menjadi bomerang pada diri kita sendiri, yaitu timbul sifat
ria kita. Namun kalau ternyata yang terlewatkan itu bersifat negatif atau buruk,
cobalah untuk tidak melewatkannya, ingat dan analisis dimana letak kesalahannya
lalu setelah itu kita tinggal memperbaikinya”, dia berceloteh panjang lebar
seakan sedang menasihati seorang cucunya yang baru melakukan kejahatan besar
untuk bumi ini. Aku mengerti apa yang dijelaskannya namun aku tidak mengerti
maksud dari dia berkata seperti itu.
“A..”, baru aku akan membuka mulut
ketika dia melanjutkan kata-katanya.
“Keegoisan itu memang hal yang
dimiliki setiap manusia. Menurutku itu fitrahnya manusia juga, karena mustahil
orang tidak memiliki sifat egois. Sebaik-baiknya orang itu pasti ada saatnya
ketika dia mementingkan dirinya sendiri daripada orang lain. Tapi jangan
biarkan ego kita itu berkembang semakin besar, tahanlah perkembangannya,
biarkan kita yang punya kendali penuh atas ego itu. Jangan biarkan ego itu yang
mengendalikan kita. Nah, jika kita mampu mengendalikannya meskipun selalu ada
kendala tapi aku yakin kita bisa menjadi orang yang lebih baik lagi dari
sebelumnya”.
Aku hanya terbengong. Aku merasa
seperti sedang disidang. Aku.. aku.. aku hanya..
“Ayo pulanglah, jangan di sini saja
sampai sore ntar orang tuamu khawatir loh”, pikiranku buyar.
“Orang tuaku akhir-akhir ini selalu
lembur !”, ketusku karena masih merasa jengkel dengan semua keanehan mereka.
“Nah, itu sudah su’uzhan. Jangan
seperti itu, mereka lemburkan juga demi kepentinganmu. Jangan hanya bisa
menyalahkan mereka, kalau kamu merasa kesepian, bicarakanlah dengan mereka
secara baik-baik jangan ikut berdiam saja menunggu mereka angkat bicara duluan.
Dasar keras kepala !”. aku hanya merengut, namun sebagian pikiran dan hatiku
menganggapnya benar, atau mungkin memang benar ?!
“Ya sudah, sana pulang. Aku juga mau
pulang nih”, dia menyuruhku pulang dan meletakkan tangannya di kepalaku
mengacak rambutku sebagai salam perpisahannya. Aku hanya diam karena terkejut
oleh perlakuannya. Baru kali ini seseorang selain mama atau papa yang menyentuh
kepalaku.
.
. . .
Dengan masih setengah hati aku
menyeret kakiku untuk menuju rumah. Aku terus memikirkan kata-kata Gie barusan.
Baru kali ini aku mendengar Gie melontarkan kata-kata seperti itu. Aku sampai
tercengang dibuatnya. Namun yang aku tak habis pikir, mengapa dia tiba-tiba
berkata seperti itu ? Apa itu pengalamannya dan ia ingin berbagi ? Dia tidak
mau orang mengalami hal yang sama sehingga dia menasihatiku seperti itu agar
aku bisa belajar dari dia ? Tiba-tiba aku seakan baru mendapat ilham, aku
menyadari sesuatu yang selama ini tak pernah ku sadari sebelumnya. Ya, aku tau
kenapa Gie berkata seperti itu. Kenapa aku ini bodoh sekali, aku tak pernah
menyadarinya tapi orang yang diam-diam ku sayangi itu menyadari banyak hal. Itu
bukan pengalamannya, melainkan hal yang dilihatnya dan dianalisisnya,
dipikirkannya dan dengan baik hati di sampaikan kepada sumber masalah agar dia
tak terlibat masalah yang lebih jauh. Aku mengerti Gie, aku mengerti.
“Assalamu’alaikum..”, tiba-tiba
ruang tamu rumahku yang tadinya gelap gulita menjadi terang benderang dan ...
“Surprise !!! Happy birthday to you,
happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you
!!!”, aku kaget sekali, aku terkejut. Yah benar-benat terkejut sampai aku
menitikan air mata.
“Hey ! Jo sayang, kenapa menangis ?
Ini surprice buat kamu loh ?”, terdengar suara Nirina yang kaget melihatku
menangis.
“Anak mama kok nangis ? bukannya
senang di kasi kejutan seperti ini ? Aduh, jangan nangis dong sayang. Mama tau
kamu bahagia tapi nangsinya jangan seperti itu ah !”, kali ini mama, membuat
tangisanku semakin pecah. Masing-masing dari mereka heran dan terus bertanya
mengapa aku menangis dan bukannya tertawa bahagia malam ini.
“Ka..ka..kalian baik sekali ?”,
akhirnya kata-kataku keluar juga dari mulutku.
“Hey, Jo ! Itu gunanya teman bukan ?
Kenapa berkata seperti itu ?”, Nirina kembali mengeluarkan suaranya yang
langsung disetujui orang-orang yang berada di ruangan itu. Tak terlalu jelas
siapa saja yang ada saat ini, karna mataku kabur oleh air mataku. Namun aku
tau, mereka adalah orang-orang yang menyayangiku tanpa peduli bagaimana
keadaanku.
“A..aku minta maaf sama kalian
semua. Ma..maafin aku. Aku tau selama ini aku orang yang egois. Aku selalu
memikirkan keadaanku daripada mencoba memikirkan perasaan kalian. Aku egois,
aku tau aku egois. Aku selalu bersikap manja pada papa dan mama, selalu minta
ini itu dikesibukan papa dan mama untuk mencari nafkah menghidupiku, tanpa aku
tau juga perasaan papa dan mama. Aku bahkan masih bisa bermanja pada kalian
semua dengan menggunakan alasan kecerobohan dan kelupaanku untuk meminta
sesuatu pada kalian, minta dibikinkan PRlah dari kalian yang sebenarnya masih
bisa ku kerjakan sendiri. Aku tau juga egois memang sifat masing-masing dari
manusia, dan aku tau pula keegoisanku telah melampaui batas tanpa kesadaranku”,
aku menarik nafas untuk mengatur nafasku yang terengah-engah.
“Semua yang kusebutkan tadi aku tau
hanya sebagian kecil dari keegoisanku, tapi kalian, kalian tetap ada di sini
memberiku kebahagiaan, memberiku keceriaan meski aku adalah orang yang selalu
mengganggu kalian. Kalian tau ? Aku.. aku sangat sayang pada kalian”, dan
tangisku pun pecah kembali. Dihamburi pelukan-pelukan hangat dari papa dan mama
serta sahabat-sahabatku semua.
“Jo, kami tau kamu sayang pada kami.
Tapi jangan pernah berpikiran bahwa kami akan tidak senang akan kehadiranmu Jo
! Jangan pernah merasa seperti itu, kami sama sekali tidak keberatan dengan
sikap ceroboh dan pelupamu itu. Kamu tau ? Kamu lucu kalu sedang panik seperti
itu. Kami juga sayang padamu Jo. Kami juga minta maaf karena kemarin kami hanya
berniat ngerjain kamu untuk memperlengkap surprice kami ini. Nah, sekarang
lupakan semuanya dan mari kita bersenang-senang !”, aku hanya tersenyum
mendengar Nirina berbicara seperti itu, aku tau mereka sayang aku. Tapi aku
berjanji pada diriku sendiri, aku akan memanage egoku sehingga tidak terlalu
berkembang dan egoku tidak berkuasa untuk memanage diriku.
“Sekarang tersenyum dong sayang”,
mama memberikanku contoh tersenyum yang manis dengan menyunggingkan senyum di
bibirnya. Akupun menirunya dengan rasa haru dan bahagia yang luar biasa.
Tatapanku beralih ke meja tempat
minuman-minuman diletakkan. Di sana, dia, salah satu orang yang ku sayangi pula
dengan sangat, menyunggingkan seulas senyumnya yang sangat menawan dan
memberikan dua jempolnya untuk diriku yang masih lemah ini.
berikut cerpenku, semoga terhibuuurrr
berikut cerpenku, semoga terhibuuurrr
widya_sp
Kemana Hilangku ?
Biarpun aku pergi
Aku melangkah
dan aku berteriak
Aku tak tahu kemana arahku
Apa tujuanku
dan Apa teriakku
Hidupku, ragaku, jiwaku, nafasku
Berjalan tanpa ku ketahui
apa yang dilakukannya
Mencoba bertahana
Mencoba menyusun
Mencoba meraih
Aku hilang
Tertutup tumpukan rasa penuh asa
Tertimbun ratusan sedih penuh bimang
Lenyap !
Kemana aku ?
Dimana aku ?
Kemana hilangku ?
Aku melangkah
dan aku berteriak
Aku tak tahu kemana arahku
Apa tujuanku
dan Apa teriakku
Hidupku, ragaku, jiwaku, nafasku
Berjalan tanpa ku ketahui
apa yang dilakukannya
Mencoba bertahana
Mencoba menyusun
Mencoba meraih
Aku hilang
Tertutup tumpukan rasa penuh asa
Tertimbun ratusan sedih penuh bimang
Lenyap !
Kemana aku ?
Dimana aku ?
Kemana hilangku ?
widya_sp
DILEMA
Dilema??Memang pas dengan keadaanku saat ini, antara iya dan enggak, suka atau gak suka, atau benar dan salah. Bingung sih emang, iya membingungkan. Aku sendiri yang sekarang lagi masa-masa ujian kenak sendiri dengan kebingungannya. Hufftt!!!!
Kebingunggan Selalu Saja Melandaku
Untuk kesekian kalinya dalam hidupku yang baru hampir 16 tahun ini, aku bingung, Bingung masalah apa ? Banyak. Aku sendiri bingung (nah lai-lagi bingung) masalahnya apa-apa saja. Di suatu saat aku berpikir begini, besok bisa saja berpikir lain. Plin plan tepatnya. Di suatu saat aku hanya bertindak di luar apa yang telah aku pikirkan dan aku pasti akan menyesal setengah mati kenapa harus begitu ? Hhhh ! Ingin rasanya aku berteriak. Ingin rasanya aku mempunyai sahabat seduka sebahagia. Sayangnya tidak benar-benar ada sahabat yang cocok buatku untuk berbagi rasa. Aku tidak tahu dari sekian temanku, kenapa tidak ada yang bisa ku jadikan teman curhat, hanya tulisan. Sebuah pena dan secarik kertas, hanya netbook dan secangkir teh yang bisa menenangkanku. bahkan aku hanya bisa bercakap sendiri untuk mengurangi beban rasaku.
Aku berargumen sendiri dan membantah sendiri argumenku. Mencari titik keseimbangan dari setiap permasalahanku, tapi semakin aku seperti itu yah semakin aku tidak tahu harus bagaimana. Mungkin alasanku tidak mempunyai sahabat yang benar-benar sahabat berbagi rasa karena aku memang susah menyatakan perasaanku kepada orang lain. Bagaimana perasaanku dan apa yang ku rasakan serta apa yang sebenarnya tengah melandaku. Aku pencerita dan suka mendengar orang bercerita, tapi sifat penceritaku hanya sekedar hal-hal funny yang terjadi padaku, hal-hal aneh atau hal-hal yang biasa setiap hari jarang bercerita tentang perasaanku. Kalaupun aku bercerita itu hanya cerita sambil lalu yang tidak menjurus dalam sebuah cerita keseriusan.
Hhhh ! Aku bingung lagi nih !
Postingan gak jelas ini sebenarnya, ckckck
Aku berargumen sendiri dan membantah sendiri argumenku. Mencari titik keseimbangan dari setiap permasalahanku, tapi semakin aku seperti itu yah semakin aku tidak tahu harus bagaimana. Mungkin alasanku tidak mempunyai sahabat yang benar-benar sahabat berbagi rasa karena aku memang susah menyatakan perasaanku kepada orang lain. Bagaimana perasaanku dan apa yang ku rasakan serta apa yang sebenarnya tengah melandaku. Aku pencerita dan suka mendengar orang bercerita, tapi sifat penceritaku hanya sekedar hal-hal funny yang terjadi padaku, hal-hal aneh atau hal-hal yang biasa setiap hari jarang bercerita tentang perasaanku. Kalaupun aku bercerita itu hanya cerita sambil lalu yang tidak menjurus dalam sebuah cerita keseriusan.
Hhhh ! Aku bingung lagi nih !
Postingan gak jelas ini sebenarnya, ckckck
Jumat, 01 Juli 2011
Rasa
aku tidak berharap seperti ini, apa yang ku inginkan apa yang ku harapkan tak pernah seperti ini. aku berdoa aku menangis semua dalam kesendirian, tk ada yang tau pasti tak ada yang menghibur. mengapa selalu saja mengalah pada sebuah keegoisan ? selalu saja egois yang menang, apa dia tak pernah memikirkan seonggok hai yang hanya ingin mengecap indahnya kebahagiaan kebersamaan ?
aku bahkan iri pada seekor anak kelinci, dia tersenyum senang, bermain dengan gembira, bersama saudaranya bersama teman seperjuangannya sejak lahir, berjuang bersama untuk kehidupan, berjuang bersama dalam senyuman, berjuang bersama dalam tawa, berjuang bersama dalam riang melompat senang
aku hanya menyelami khayalku sendiri, memikirkan hal indah sampai aku sendiri merasa lelah dan tertidur. aku tersenyum bersama mimpi, dihiasi air di sekujur wajahku, aku senang aku gembira. namun saatku tersadar kembali kenyataan menamparku angin berkata padaku saatnya untuk bangun. aku tak mau, berusaha keras tak mau, aku ingin kembali berkhayal kembali bermimpi
aku bersyukur Tuhan menciptakan rasa, terlebih Tuhan sering menciptakan rasa sedih, terpukul, tertekan ataupun hambar. karena dengan itu semua aku bisa merasakan hatiku tak sekeras baja jadinya, dan aku pun dapat tampak tersenyum senang penuh kepuasan ketika rasa itu menghilang, ketika terganti dengan rasa senang, terganti dengan rasa gembira. aku belajar dari apa yang ku rasakan dan aku menulis dari apa yang ku rasakan pula
widya_sp
Selasa, 10 Mei 2011
Mengapa Semua Terlalu Egois ?
Sampai saat ini aku tidak tau mengapa egois itu harus menang dari segalanya. Kenapa aku bilang egois harus menangdari segalanya ? Karena banyak orang-orang yang lebih mementingkan ego masing-masing. Nggak munafik, aku juga terkadang egois bahkan bukan terkadang sering malah. Tapi seseringnya aku egois, sesering itu pula aku merasa menyesal atas keegoisanku. Aku menyesal kenapa aku harus bertindak egois ? Kenapa aku tidak berpikir dulu sebelum bertindak untuk mengambil keputusan apa yan ingin ku perbuat. Aku selalu berusaha agar egoku bisa kalah dan menjadi daftar sifat paling bawah di antara segelintir sifatku, dan aku selalu berdoa agar aku bisa berguna bagi orang lain, aku bisa bermanfaat bagi orang lain, aku bisa membantu orang lain dengan sepenuh hatiku dan dengan hati ikhlasku. Tetapi aku tidak berdoa agar orang-orang memanfaatkan kebaikanku, jujur aku tidak suka, dan aku yakin sebagian besar orang di dunia ini pasti tidak suka kebaikannya di manfaatkan.
Itulah yang aku alami. Orang-orang memanfaatkan kebaikan orang lain atas dasar keegoisannya. Tidak pernah berpikir bagaimana perasaan orang yang dia manfaatkan itu, tidak pernah berpikir apakah orang itu suka atau tidak. Masih mending kalau orang itu memang benar-benar berhati emas, benar-benar tak peduli keegoisan orang, yang penting dia berbuat baik, itu ku rasa tak jadi masalah. Tapi apakah tak begitu punya hati nuranikah orang yang memanfaatkan itu ? Apakah dia tidak erpikir ? Apakah dia tidak punya malu ?
Aku tidak pintar dengan masalah seperti ini, tapi aku hanya tidak suka. Apakah egois itu bisa dimusnahkan ? Agar orang-orang bisa benar-benar hidup bersosialisasi dengan lebih baik lagi. Bisa saling mebantu sama lain memanfaatkan satu sama lain tanpa ada yang merasa dirugikan.
Aku selalu berharap sepeti itu. Aku selalu berharap suatu saat egois dalam diriku maupun orang-orang di sekitarku atau bahkan di dunia ini bisa lenyap begitu aja. Diganti dengan rasa sayang terhadap satu sama lain manusia. Apakah aku salah berpikir seperti itu ?
Itulah yang aku alami. Orang-orang memanfaatkan kebaikan orang lain atas dasar keegoisannya. Tidak pernah berpikir bagaimana perasaan orang yang dia manfaatkan itu, tidak pernah berpikir apakah orang itu suka atau tidak. Masih mending kalau orang itu memang benar-benar berhati emas, benar-benar tak peduli keegoisan orang, yang penting dia berbuat baik, itu ku rasa tak jadi masalah. Tapi apakah tak begitu punya hati nuranikah orang yang memanfaatkan itu ? Apakah dia tidak erpikir ? Apakah dia tidak punya malu ?
Aku tidak pintar dengan masalah seperti ini, tapi aku hanya tidak suka. Apakah egois itu bisa dimusnahkan ? Agar orang-orang bisa benar-benar hidup bersosialisasi dengan lebih baik lagi. Bisa saling mebantu sama lain memanfaatkan satu sama lain tanpa ada yang merasa dirugikan.
Aku selalu berharap sepeti itu. Aku selalu berharap suatu saat egois dalam diriku maupun orang-orang di sekitarku atau bahkan di dunia ini bisa lenyap begitu aja. Diganti dengan rasa sayang terhadap satu sama lain manusia. Apakah aku salah berpikir seperti itu ?
Senin, 21 Maret 2011
Aku Pergi
Di sini, di sudut dalam kesepian
Aku menangis ...
Kau tau ?
Aku selalu menyayangimu, selalu melihatmu
Ada di sini,
Membayangkan senyum indahmu
Dedaunan di sinipun ikut menangis
Memaksaku menahan air mata dan berlari ke arahmu
Namun, kau tau ?
Aku tak bisa !
Jangan tanya ! Jangan tanya mengapa !
Aku tak suka !
Biarkan saja hanya hatiku, Tuhan, dan alam yang tau
Maafkan ...
Maafkan burung ini yang patah sayapnya
Kehilangan arahnya
Dan takkan pernah bisa kembali
Kau akan tenang, sayang ..
Kau akan tenang ...
Berjanjilah kau akan baik-baik saja
Biarkan aku pergi tanpa harus melihat ke belakang
Ku mohon ...
Jangan terbang mencariku
Jangan turun dan menghentikan kepakan sayapmu,
hanya untuk mencari burung yang terjatuh
Tak ada gunanya !!
Story by : Eka Soraya
Created By : Widya_sp
Aku menangis ...
Kau tau ?
Aku selalu menyayangimu, selalu melihatmu
Ada di sini,
Membayangkan senyum indahmu
Dedaunan di sinipun ikut menangis
Memaksaku menahan air mata dan berlari ke arahmu
Namun, kau tau ?
Aku tak bisa !
Jangan tanya ! Jangan tanya mengapa !
Aku tak suka !
Biarkan saja hanya hatiku, Tuhan, dan alam yang tau
Maafkan ...
Maafkan burung ini yang patah sayapnya
Kehilangan arahnya
Dan takkan pernah bisa kembali
Kau akan tenang, sayang ..
Kau akan tenang ...
Berjanjilah kau akan baik-baik saja
Biarkan aku pergi tanpa harus melihat ke belakang
Ku mohon ...
Jangan terbang mencariku
Jangan turun dan menghentikan kepakan sayapmu,
hanya untuk mencari burung yang terjatuh
Tak ada gunanya !!
Story by : Eka Soraya
Created By : Widya_sp
Sabtu, 29 Januari 2011
Berbeda
Untuk sesaat, angin yang berhembus kencang itu selalu membuatku melayang. Entah sejak kapan aku juga tidak tau. Yang ku tahu aku hanya merasakannya, merasa nyaman, merasa aman dan merasa bahagia....
Jangan tanya aku, mengapa ? Jangan tanya aku, dari mana ? Jangan tanya aku, aku harus bagaimana ? aku bahkan tak tau apa yang sedang terjadi.
Hanya terus merenung, hanya terus melamun dan terus berdiam. aku merasa tak berguna. Aku bahkan merasa aku ini sampah ! Oh ! Bisa beri aku petunjuk ?
Ketika galau itu sudah tiba, ku rasa semua yang ku lakukan tak berguna sama sekali. Mulai bertanya-tanya apakah aku salah ?
Kini dugaanku benar, dia beralih. Seakan terus menghilang dan aku menangis.
Menangis dalam kesedihan, menangis dalam kehampaan. Seakan pula dia tak peduli. Terus membawa cerita yang menyesakkan dada, membuat isakanku terus mengalir.
Taukah dia ? Entahlah.
Tapi, suatu waktu itu terjadi. Tak terduga dia bagai menghujam duniaku dengan bongkahan es keras nan dingin dengan ganas. Membuatku beku bahkan air mataku mengering. Dia tau semuanya. Apa yang ku lakukan ? Aku hanya masih terpaku tak tau mau berucap apa tak tau harus bagaimana. Inilah aku manusia yang bodoh.
Akhirnya aku tak berani mengaku. Aku hanya berpura-pura bercanda dan merasa dewasa, merasa tegar. Padahal lemah. Yah. Jangan bilang aku bodoh ! Jangan menyimpulkan aku bodoh ! Meski memang begitu tapi aku hanya tak mau bermasalah. Tak mau jatuh lebih dalam tak mau terjebak dalam jurang.
Dia terus menghilang. Meskipun sakit, aku bersyukur. Karna saat dia muncul meskipun senang aku juga sakit mengingat apa yang telah dia lakukan. Oh Tuhan ! Ini terlalu aneh untuk seorang anak ingusan sepertiku. Tapi dulu itu dia tak peduli Tuhan! Dia terus mencecokiku dengan caranya yang membuatku senang, terus membuatku terhibur hingga aku melayang dan akhirnya tak kuasa menahan jatuh.
Berusaha untuk terus melupakan. Aku bisa ! Aku yakin aku bisa !
Aku mulai bisa kawan ! Tapi dia datang lagi. Membawa kisahnya yang awalnya manis berubah menjadi pahit kepadaku. Dia mengisahkan kisahnya, dan aku ? Masih ada getaran itu walau halus. Tapi aku tak peduli. Tau apa yang ku pikirkan saat itu ? Dia adalah orang yang paling bodoh yang pernah aku kenal. Dan itu membuatku senang, kenapa ? Karna aku bisa melupakan getaran itu dengan berpikir seperti itu kepadanya. Jahat ? Biarkan. Toh pikiran itu hanya mampu menguasai otakku, bukan otak orang lain
Jangan tanya aku, mengapa ? Jangan tanya aku, dari mana ? Jangan tanya aku, aku harus bagaimana ? aku bahkan tak tau apa yang sedang terjadi.
Hanya terus merenung, hanya terus melamun dan terus berdiam. aku merasa tak berguna. Aku bahkan merasa aku ini sampah ! Oh ! Bisa beri aku petunjuk ?
Ketika galau itu sudah tiba, ku rasa semua yang ku lakukan tak berguna sama sekali. Mulai bertanya-tanya apakah aku salah ?
Kini dugaanku benar, dia beralih. Seakan terus menghilang dan aku menangis.
Menangis dalam kesedihan, menangis dalam kehampaan. Seakan pula dia tak peduli. Terus membawa cerita yang menyesakkan dada, membuat isakanku terus mengalir.
Taukah dia ? Entahlah.
Tapi, suatu waktu itu terjadi. Tak terduga dia bagai menghujam duniaku dengan bongkahan es keras nan dingin dengan ganas. Membuatku beku bahkan air mataku mengering. Dia tau semuanya. Apa yang ku lakukan ? Aku hanya masih terpaku tak tau mau berucap apa tak tau harus bagaimana. Inilah aku manusia yang bodoh.
Akhirnya aku tak berani mengaku. Aku hanya berpura-pura bercanda dan merasa dewasa, merasa tegar. Padahal lemah. Yah. Jangan bilang aku bodoh ! Jangan menyimpulkan aku bodoh ! Meski memang begitu tapi aku hanya tak mau bermasalah. Tak mau jatuh lebih dalam tak mau terjebak dalam jurang.
Dia terus menghilang. Meskipun sakit, aku bersyukur. Karna saat dia muncul meskipun senang aku juga sakit mengingat apa yang telah dia lakukan. Oh Tuhan ! Ini terlalu aneh untuk seorang anak ingusan sepertiku. Tapi dulu itu dia tak peduli Tuhan! Dia terus mencecokiku dengan caranya yang membuatku senang, terus membuatku terhibur hingga aku melayang dan akhirnya tak kuasa menahan jatuh.
Berusaha untuk terus melupakan. Aku bisa ! Aku yakin aku bisa !
Aku mulai bisa kawan ! Tapi dia datang lagi. Membawa kisahnya yang awalnya manis berubah menjadi pahit kepadaku. Dia mengisahkan kisahnya, dan aku ? Masih ada getaran itu walau halus. Tapi aku tak peduli. Tau apa yang ku pikirkan saat itu ? Dia adalah orang yang paling bodoh yang pernah aku kenal. Dan itu membuatku senang, kenapa ? Karna aku bisa melupakan getaran itu dengan berpikir seperti itu kepadanya. Jahat ? Biarkan. Toh pikiran itu hanya mampu menguasai otakku, bukan otak orang lain
Langganan:
Postingan (Atom)